JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menvonis Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe 8 tahun penjara.
Selain itu, hak politiknya dicabut selama 5 tahun karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana suap dan gratifikasi sejumlah Rp19,6 miliar.
Vonis ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa KPK yang ingin Lukas dihukum dengan pidana 10,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp47,8 miliar selama tiga tahun penjara dan pencabutan hak politik lima tahun.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lukas Enembe 8 tahun dan denda sejumlah Rp500 juta subsider 4 bulan,” ujar ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Rianto Adam Pontoh saat membacakan amar putusan, Kamis (19/10/2023).
Hakim Rianto menyatakan, terdakwa Lukas Enembe dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 huruf B UU Tipikor.
“Apabila dalam waktu tersebut tidak mampu membayar, maka harta-bendanya disita dan dilelang jaksa untuk menutupi uang pengganti,” kata hakim Rianto.
“Jika harta-benda tidak mencukupi menutupi uang pengganti, maka diganti dengan pidana 2 tahun penjara,” imbuhnya.
Selain itu, hakim menyatakan terdakwa Lukas bersikap tidak sopan dengan mengucapkan kata-kata tidak pantas dan makian dalam ruang persidangan.
Sedangkan hal meringankan yakni terdakwa Lukas belum pernah dihukum pidana dan punya tanggungan keluarga. Selain itu, terdakwa Lukas Enembe yang dalam keadaan sakit, namun bisa mengikuti persidangan sampai akhir.
Atas vonis yang dibacakan hakim pada sidang hari ini, Terdakwa Lukas Enembe melalui kuasa hukumnya, Petrus Balla Paytona, menyatakan menolak. Sementara itu, jaksa menyatakan pikir-pikir.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat batal membacakan putusan atau vonis terhadap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
“Persidangan hari ini tidak bisa dilanjutkan untuk acara pembacaan putusan dan majelis hakim hanya membacakan penetapan pembantaran untuk terdakwa sambil menunggu laporan dari penuntut umum KPK untuk persidangan selanjutnya, sambil melihat perkembangan kesehatan terdakwa,” kata Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, PN Jakarta Pusat, Senin (9/10/2023).
Majelis batal membacakan vonis yang sedianya akan dilakukan hari ini, setelah mempertimbangkan surat dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait permohonan pembantaran dengan alasan kesehatan Lukas Enembe.
Majelis juga menghubungkan surat permohonan tersebut dengan hasil pemeriksaan laboratorium klinik dan hasil radiologi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto terkait kondisi kesehatan terdakwa.
Menurut majelis, permohonan pembantaran tersebut cukup beralasan untuk dikabulkan. Oleh karenanya, majelis menetapkan penahanan terdakwa harus dibantarkan terhitung sejak tanggal 6-19 Oktober 2023.
“Menetapkan, mengabulkan permohonan dari penuntut umum pada KPK,” ucapnya.
Majelis pun memerintahkan JPU KPK untuk melaporkan perkembangan kesehatan terdakwa Lukas Enembe untuk keperluan penetapan sidang selanjutnya.
“Kalau memang beliau sudah dinyatakan bisa mengikuti persidangan lagi, nanti kami akan jadwalkan persidangan selanjutnya secara resmi. Kita saling berkoordinasi antara penuntut umum KPK dan penasihat hukum terdakwa,” ujarnya.
Lukas Enembe absen dalam persidangan tersebut lantaran dirawat di RSPAD Gatot Subroto karena jatuh di kamar mandi rumah tahanan (Rutan) KPK, Jumat (6/10).

