Enam Pernyataan Sikap FPI GNPF-U dan PA 212 Terkait Penggusuran Paksa Warga Kampung Tua di Pulau Rempang

Jakarta – Front Persaudaraan Islam (FPI) bersama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) juga Persaudaraan Alumni 212 ( PA 212) menyoroti peristiwa tragedi penggusuran paksa terhadap warga Kampung Tua di Pulau Rempang, Batam yang rencananya akan dilakukan pembangunan Rempang Eco City hasil kerjasama
investasi antara grup Xinyi dari Cina dan PT Makmur Elok Graha yang merupakan anak usaha dari grup Artha Graha yang diklaim memegang konsesi lahan semenjak 2004.

Dimana dalam prosesnya, penggusuran terhadap warga rempang menimbulkan aksi penolakan dan terjadinya bentrok antara aparat kepolisian dan warga di Pulau Rempang, Batam, pada Senin (11/9/2023).

Dalam pernyataan sikap bersama, FPI, GNPF-U dan PA 212 menilai bahwa Pulau Rempang yang secara administrasi berada
pada Kecamatan Galang, terdapat dua Kelurahan yakni Rempang Cate dan Sembulang, telah wujud Kampung Tua yang disebut semenjak 1834 dan ditetapkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Batam melalui Surat Keputusan Walikota Batam Nomor: KPTS. 105/HK/III/2004, sebagai wilayah Kampung Tua yang wajib dilindungi dan dilestarikan sebagai bentuk mempertahankan nilai-nilai budaya Masyarakat Asli Batam
sehingga tidak direkomendasikan untuk diberikan Hak Pengelolaan.

Hal mana juga diakui lewat Perda Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam pada pasal 21.

“Akan tetapi pada tahun 2023, setelah mahakarya rezim berkuasa UU Omni Bus Law Ciptaker dipaksakan segera berlaku lewat Perppu dan setelah MoU Cheng Du Juli lalu, Pemerintah Pusat lewat Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional, memasukan Proyek Rempang Eco City sebagai Proyek Strategis Nasional serta memasukan wilayah lahan Kampung Tua di Pulau Rempang sebagai bagian dari lahan Rempang Eco City,”tulis FPI, GNPF-U dan PA 212 dalam Pernyataan Sikap Bersama yang di terima CIN, Jumat (15/9/2023).

Terdapat enam sikap yang disampaikan FPI, GNPF-U dan PA 212.

Pernyataan sikap pertama FPI, GNPF-U dan PA 212 menyatakan bahwa Proyek Rempang Eco City yang menggusur paksa dan mengusir penduduk asli Kampung Tua di Kelurahan Rempang Cate dan Sembulang, yang merupakan proyek hasil Kawin Silang UU Omnibus Law Ciptaker Maha Karya Rezim berkuasa dan MoU Cheng Du, adalah bentuk nyata Pelanggaran Hak Asasi Manusia lewat perampasan hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dari Penduduk Asli Kampung Tua Pulau Rempang;

Kedua, Tragedi Kemanusiaan di Rempang adalah PELANGGARAN NYATA terhadap tujuan bernegara
sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Konstitusi UUD 1945 yakni, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, serta
mencerdaskan kehidupan bangsa;

Ketiga, Menuntut Pemerintah Pusat untuk menghormati hak penduduk asli Kampung Tua Pulau Rempang dengan menghentikan Proyek Rempang Eco City serta dicabut dari Proyek Strategis Nasional;

Keempat, Menuntut kepada Kapolri agar warga peserta aksi penolakan terhadap penggusuran paksa Kampung Tua Pulau Rempang agar dibebaskan dari tahanan;

Kelima, Menuntut Kapolri dan Panglima TNI untuk bersikap humanis, menarik mundur pasukan serta mencopot Kapolda Riau, Kapolsek Barelang dan Komandan TNI AL Batam yang terlibat dalam kekerasan fisik terhadap masyarakat sipil;

Terakhir, Menyerukan kepada seluruh rakyat agar bersatu padu tegakkan amanat Konstitusi UUD 1945.

Ibnu Ferry

Tinggalkan komentar