WALHI Menyoroti Penambangan Pasir Laut di Tulang Bawang Berkedok Program Pemerintah

BANDAR LAMPUNG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyoroti penambangan pasir yang ada di perairan Tulang Bawang. Pasalnya, penambangan tersebut tidak ada izin dan dilaksanakan diduga berkedok program pemerintah yaitu pendalaman alur nelayan.

Izin yang dimiliki pihak pekerja di perairan Tulang Bawang tersebut adalah pendalaman alur. Namun, masyarakat Kampung Kuala Teladas, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, mengeluhkan pekerjaan yang dilakukan pihak ketiga tersebut bukan lah pendalaman alur, melainkan penambangan pasir.

Direktur Eksekutif WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, mengatakan pihaknya juga sejak tahun lalu mendampingi para nelayan yang merasa dirugikan atas kegiatan tersebut.

“Di Bulan Agustus 2021 kemarin kita mulai mendampingi para nelayan sampai saat ini soal penambangan pasir laut,” kata Irfan saat dihubungi, Senin (14/3).

Menurutnya, penambangan pasir laut yang terjadi di Kuala teladas ini dibungkus dengan kegiatan penyediaan atau pendalaman alur pelayaran oleh Dinas Perhubungan Provinsi Lampung.

“Namun, pada faktanya pendalaman alur tersebut untuk kepentingan siapa? Masyarakat di sana tidak membutuhkan itu. Sedangkan, alur pelayaran yang dibuat hari ini berbeda dengan alur pelayaran versi nelayan,” ujar Irfan.

Lanjutnya, kegiatan penambangan pasir ini juga membuat material pasir berkurang karena penyedotan yang menimbulkan beberapa dampak.

“Dampak yang ditimbulkan seperti pasir merupakan habitat laut itu seperti ikan kepiting dan lain-lain, mengalami perubahan kualitas air laut dan menjadi keruh. Sehingga mengganggu habitat biota laut itu,” jelasnya.

Selain itu, lokasi penambangan juga dilakukan di wilayah yang masyarakat sekitar menyebutnya ‘wilayah gosong’. Wilayah Gosong yang dimaksud seperti pasir timbul yang muncul di daratan atau gundukan pasir di dalam laut.

“Wilayah gosong sendiri menurut nelayan sebagai pemecah ombak ketika musim angin timur datang, biasanya ini kan angin kencang disertai ombak besar. Gosong itu memiliki fungsi pemecah ombak karena kalo emang nggak ada gosong tersebut maka ombak besar itu akan masuk ke sungai Tulang Bawang,” ungkapnya.

Apalagi, Kampung Kuala Teladas merupakan perkampungan nelayan yang masyarakatnya tinggal di atas sungai Tulang Bawang.

“Sehingga saat ombak besar masuk sangat berpengaruh terhadap pemukiman mereka,” pungkasnya Irfan.

Untuk diketahui sebelumnya pada 9 Maret 2020 Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menerbitkan surat Keputusan Gubernur tentang izin lingkungan rencana kegiatan penambangan pasir laut yang dikelola oleh Pusat Koperasi Nelayan Indonesia yang diundangkan pada tanggal 25 Februari 2020.

Namun aktivitas pertambangan pasir laut berkedok program pendalaman alur laut oleh PT Sienar Tri Tunggal Perkasa (STTP) tersebut mendapat penolakan dari masyarakat di pesisir laut Kuala Teladas.

Masyarakat nelayan Kuala Teladas minta dihentikan pengerukan pasir di wilayah meraka, karena bagi mereka sebagai nelayan, sangat merugikan perekonomian, lingkungan dan sosial.

Penambangan pasir di laut dilarang dilakukan di laut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 dan direvisi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dalam Pasal 35, tertulis bahwa dilarang melakukan penambangan pasir jika dapat merusak ekosistem perairan.

Dikatakannya, dalam pasal 35 Ayat (1) menyatakan melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya dan melanggar Pasal 109 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup merusak ekosistem perairan, Provinsi Lampung juga telah memiliki Perda Lampung No 1/2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Lampung Tahun 2018—2038 yang mengatur tata ruang di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

Download file :

KEPUTUSAN GUBERNUR No. 499 Tahun 2014 Tentang Izin Lingkungan Rencana Kegiatan Penambangan Pasir Laut Di Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang Oleh Pusat Koperasi Nelayan Indonesia

Tinggalkan komentar