JAKARTA — Jurnalisme warga didasari oleh gagasan bahwa masyarakat yang tidak mengalami pelatihan maupun pendidikan jurnalisme profesional, namun dapat memanfaatkan peralatan teknologi modern dan internet global untuk berkreasi, melengkapi maupun memeriksa fakta-fakta yang diberitakan dalam media. Hal itu bisa dilakukan sendiri maupun berkolaborasi dengan yang lain.
Contoh, kita menulis tentang pertemuan di kantor walikota dalam blog kita atau forum online. Atau bisa juga kita memeriksa fakta sebuah artikel yang dimuat media mainstream dan menunjukkan kekeliruan atau bias-biasnya dalam blog kita.
Atau, bisa juga kita memotret—dengan kamera digital—peristiwa-peristiwa penting yang kita temui dan mengirimkannya secara online ke situs-situs penyedia ruang penyimpanan foto, seperti Picasa, Flickr dan lain-lain. Atau, kita membuat video peristiwa khusus dan mengirimkannya ke sebuah web penyedia ruang penyimpananan film seperti YouTube, Google Video dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan praktek jurnalisme. Dengan tersebarnya banyak peralatan untuk menangkap peristiwa langsung, seperti kamera digital, hingga video handphone, sekarang siapapun bisa membuat berita dan mendistribusikannya secara global melalui media internet.
Dalam artikel Review Jurnalisme Online tahun 2003, J. D. Lasica mengklasifikasi media jurnalisme warga ke dalam beberapa tipe.
Pertama, partisipsi pemirsa, seperti komentar dalam berita online, blog pribadi, foto atau video.
Kedua, berita dan informasi situs-situs independen.
Ketiga, situs berita dengan partisipasi penuh, seperti OhmyNews.
Keempat, kolaborasi situs-situs media, seperti Slashdot, Kuroshin.
Kelima, jenis “thin media”, seperti milis dan newsletter.
Intinya, jurnalisme warga/publik atau jurnalisme partisipatif adalah partisipasi aktif warga negara dalam mengoleksi, melaporkan, menganalisis dan menyebarluaskan berita dan informasi. Jurnalisme warga adalah bentuk khusus dari media warga yang informasinya berasal dari warga itu sendiri.
Kemunculan jurnalisme warga dalam beberapa hal telah melahirkan kontroversi. Banyak jurnalis profesional berkeyakinan, hanya jurnalis terlatihlah yang dapat melakukan kerja-kerja jurnalistik yang sesungguhnya. Tetapi, banyak juga kalangan jurnalis profesional yang mendobrak hierarki jurnalisme tradisional dengan cara menulis dalam blog mereka sendiri.
Salah satu konsep pokok yang mendasari jurnalisme warga adalah bahwa reporter-reporter dan produser media mainstream bukanlah pusat pengetahuan tentang subjek tertentu yang bersifat ekslusif.
Karenanya, sekarang banyak saluran media besar berusaha memanfaatkan pengetahuan pemirsanya melalui penyediaan kolom komentar di akhir tulisan yang dimuat online, atau membuat data base kontributor jurnalis warga sebagai sumber penyampai informasi.(Ibn)

