Menggapi Gugatan Warga Solo Soal Perppu Pilkada Ke MK

JAKARTA_C.I.New’s — Pengajukan judicial review atau uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) oleh Paguyuban Warga Solo Peduli (PWSPP) secara online di situs resmi MK, Senin (8/6/2020).

Menanggapi hal itu Komisi II DPR meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mempertimbangkan banyak aspek atas gugatan tersebut. Pasalnya, pemerintah bersama DPR telah menyepakati penyelenggaraan Pilkada 2020 pada penghujung tahun. Penetapan jadwal itu juga telah mempertimbangkan soal kondisi pandemi di Indonesia.

“Mengajukan gugatan menjadi hak setiap warga negara. Pertimbangan MK, saya pikir kita percaya sama MK. Hanya saja munculnya Perppu karena Pilkada serentak tidak bisa di 23 September 2020 akibat pandemi Covid,” kata anggota komisi II DPR, Teddy Setiadi, saat dihubungi, Jumat, 12 Juni 2020.

Penggugat mempersoalkan Pasal 201A Ayat (1) dan (2) Perppu tersebut. Pasal itu menyebutkan bahwa pemungutan suara Pilkada Serentak di 270 daerah ditunda hingga Desember 2020. Penundaan tersebut dilakukan akibat terjadinya bencana nonalam Covid-19. Menurut pemohon, bunyi pasal itu tidak sesuai dengan kondisi Indonesia yang masih terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, pemohon juga menilai bahwa Perppu tersebut bertolak dengan Undang Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 22 Ayat (1) yang berbunyi, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.”

Mengacu pada Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, MK telah memberikan 3 syarat Perppu dapat dikeluarkan. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum. Kedua, undang-undang tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan pembuatan undang-undang karena perlu waktu yang lama sedangkan keadaan yang mendesak perlu segera diselesaikan.

Teddy menjelaskan, penerbitan Perppu Pilkada ini sudah memenuhi unsur kegentingan memaksa. Pertimbangannya salah satunya, papar dia, terdapat 4 tahapan Pilkada yang ditunda oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) akibat pandemi. Yakni pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perorangan yang belum disahkan, menunda pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih dan tahapan menunda pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih Pilkada 2020.

Selanjutnya KPU mengajukan kepada Komisi II DPR, tiga opsi waktu penundaan Pilkada 2020, yakni Desember 2020, Maret 2021 dan September 2021. Kemudian Komisi II mengadakan rapat dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP serta meminta masukan dari Gugus Tugas Pemerintah untuk Percepatan Penanganan Covid-19. Akhirnya disimpulkan tidak ada yang mengatuhi kapan pandemi ini berakhir, maka dipilih opsi Pilkada digelar 9 Desember 2020.

“Kita harus ada kepastian dan agar pemerintahan tetap berjalan, opsi pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 dengan protokol Covid yang diambil,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

“Di dalam Perppu juga ada pasal karetnya bahwa penundaan Pilkada bisa dilakukan kapan saja,” ungkap Teddy.

Selain itu, sambung Teddy, dalam Pasal 201A ayat 3 Perppu Pilkada menyebutkan jika pemungutan suara tidak bisa dilaksanakan pada Desember, pelaksanaan dijadwalkan kembali setelah bencana non-alam Covid-19 berakhir.(Ibn)

Tinggalkan komentar